BROT

Bimbingan Rohani Online

BROT JULI 2023

Blog Single

Gagal Menonton The Passion

SAAT masih awal-awal tugas di Kalimantan, saya punya rencana memutar film “The Passion,” untuk menyiapkan trihari suci di stasi pedalaman. Menurut saya ide ini briliant, sangat cocok dan bagus untuk turne ke stasi pada masa prapaskah. Saya dengan bangga dan “sok keminter” berangkat membawa laptop, LCD proyektor dan segala perlengkapannya. Pikir saya, pasti umat akan sangat kagum dengan acara nobar ini. Di rumah ketua umat, seluruh warga kampung sudah berkumpul. Saya bertanya apa ada warga yang punya genset untuk menyalakan lampu. Ternyata tidak ada satu pun warga yang punya.

Genset desa adalah satu-satunya. Tetapi waktu itu tidak ada solar tersedia. Satu-satunya warung terdekat berjarak 6 jam perjalanan pulang-pergi. Kampung itu dialiri listrik dari perusahaan loging. Masing-masing rumah hanya diberi daya cukup satu lampu saja. Pak Ismael mengusulkan listrik semua rumah dimatikan dulu agar bisa memutar film. Namun daya listrik di seluruh kampung itu hanya bertahan lima menit saja untuk menyalakan proyektor.

Tidak lama film berjalan. Perlahan-lahan lampu mulai padam dan tinggal ada suara tanpa ada gambarnya. Apa artinya mendengar suara tanpa melihat adegan filmnya? Apalagi hanya mendengar bahasa asing yang tidak diketahui oleh umat. Perlahan-lahan kesombongan dan kebanggaan yang berkobar berubah jadi keringat dingin karena kebodohan. Malam menjadi begitu gelap tak ada cahaya sedikit pun. Malam yang gelap itu menjadi semakin terasa gelap di hati. Hati menjadi sedih atas kegagalan acara turne yang hanya sekali terjadi dalam dua bulan kunjungan. Saat itu saya hanya butuh cahaya. Tetapi tak ada secercah pun yang mampu menerangi kegelapan dan kegalauan hati ini. Saya tidak bisa tidur malam itu. Saya merasakan betapa menderitanya hidup tanpa cahaya. Yesus berkata, “Kalian ini cahaya dunia. Kota yang terletak di atas gunung tidak mungkin tersembunyi.” Peristiwa di Stasi Beginci itu menyadarkan saya. Betapa pentingnya cahaya. Karena tidak ada cahaya, Benci yang terletak di atas perbukitan tidak bisa dilihat dari mana-mana.

Jika hati ini tidak diterangi cahaya, betapa gelapnya. Hati yang gelap akan mendatangkan petaka. Hati yang diliputi kegelapan sungguh berbahaya. Gelap mata saja orang bisa membunuh, apalagi jika gelap hati. Kalau Yesus berkata, “Kalian ini cahaya dunia,” maksudnya agar kita hidup dengan hati yang terang cemerlang. Hati yang bercahaya akan membuat dunia menjadi jelas, terbuka, tidak tersesat, tidak tubrukan, damai, aman, gembira dan sukacita.

Kita mohon kepada Tuhan agar hati kita mampu menjadi lentera yang menerangi hidup dan dunia sekitar kita.

Habis siang jadilah petang,

Habis lapar jadilah kenyang.

Kalau hati terang benderang,

Hidup dijalani dengan senang.

Cawas, engkaulah pelita hidupku

Rm. A. Joko Purwanto, Pr