BROT

Bimbingan Rohani Online

BROT MINGGU, 18 AGUSTUS 2019 - HARI MINGGU BIASA XX

Blog Single

Homili : Menuju Indonesie Unggul

Kecerdasan kita, setinggi apapun, tak akan berguna jika tidak bermanfaat bagi masyarkat.

Danang Bramasti, SJ

Teman-teman yang terkasih,

Dalam Injil, Yesus mengingatkan kita tentang prinsip hidup terkait dengan relasi dengan pemerintah. Pernyataan Yesus sangat tegas yaitu berikan kepada kaisar apa yang menjadi hak kaisar dan kepada Tuhan apa yang menjadi hak Tuhan. Sabda Yesus ini diinterpretasikan dengan sangat tepat oleh Mgr. Soegijapranta yaitu 100% Katolik dan 100% Indonesia. Kita harus menjadi warga negara Indonesia yang baik sekaligus juga menjadi warga Gereja Katolik yang baik. Bagaimana menjadi warga negara yang baik, sekaligus warga Gereja Katolik yang baik agar Indonesia menjadi negara yang unggul?

SEKOLAH FAVORIT

Gereja Katolik hari ini juga merayakan Hari Raya Kemerdekaan Republik Indonesia. Pemerintah Indonesia menyampaikan tema: SDM Unggul, Indonesia Maju. Peran kita sebagai warga Gereja Katolik yang baik adalah mendukung gerakan menuju Indonesia unggul ini. Salah satu hal yand disoroti adalah peran pendidikan dalam meningkatkan SDM kita. Gereja Katolik tentu memiliki pengalaman panjang dalam bidang pendidikan. Sebagai generasi muda terdidik, apa yang dapat kita lakukan? Para generasi muda perlu mengetahui terlebih dahulu situasi pendidikan Katolik di Indonesia.

Saya mengutip dari UCAN Indonesia tentang sekolah-sekolah Katolik. Pada tanggl 23 – 25 November 2018Para pimpinan sekolah-sekolah Katolik dari seluruh Indonesia berkumpul di Jayapura, Papua untuk mengikuti hari studi yang fokus membicarakan tentang penguatan pendidikan karakter berbasis multikultural.

Pertemuan ini merupakan agenda dari Majelis Nasional Pendidikan Katolik (MNPK), organisasi mitra Komisi Pendidikan Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) yang mengkordinasi yayasan-yayasan serta sekolah-sekolah Katolik. Dalam pertemuan tersebut mereka bertekad untuk mengambil bagian dan menyukseskan program Penguatan Pendidikan Karakter (PPK) yang sudah dicanangkan pemerintah serta memberi corak yang jelas bagi penerapan PPK itu dalam lembaga pendidikan Katolik, yaitu sesuai konteks Indonesia dan dengan inspirasi dari iman Katolik, khususnya dari Ajaran Sosial Gereja.

Dalam pertemuan tersebut terungkap pula bahwa di tengah kondisi demikian, lembaga-lembaga pendidikan yang diharapkan menjadi benteng pertahanan terpeliharanya prinsip-prinsip dasar kehidupan berbangsa dan bernegara, seperti penghargaan terhadap keberagaman, toleransi dan terpancarnya peradaban kasih yang mewujud dalam harmoni, semakin rapuh. Bagaimana dengan sekolah-sekolah Katolik?

Para pemimpin sekolah-sekolah Katolik menyadari bahwa Pendidikan kita lebih mengedepankan penguasaan aspek kognitif dengan tujuan meningkatkan mutu lulusan lewat capaian hasil ujian nasional atau lulus dengan nilai akademik yang memadai di atas Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM), sementara pendidikan karakter dan nilai-nilai budaya bangsa di dalam diri anak bangsa semakin terpinggirkan. Sekolah Katolik memang banyak yang menjadi sekolah favorit tetapi apakah itu tujuan pendidikan kita?

SEKOLAH BERKARAKTER

Apa yang sebenarnya dikejar oleh sekolah-sekolah Katolik? Kita tahu benar bahwa di Indonesia ini sekolah-sekolah Katolik mendapat tempat yang terhormat. Sebut saja Tarakanita, Pangudi Luhur, Kanisius, De Brito, Santa Ursula, Gonzaga, Van Lith, Xaverius, Cor Jesu, Adi Luhur, Marsudirini, Asisi, Santa Maria, Stella Duce, dan masih banyak lagi. Belum lagi perguruan tinggi Katolik seperti Sanata Dharma, Atma Jaya, Soegijapranta, ATMI, Parahyangan, dan masih banyak lagi.

Sekolah-sekolah tersebut memang bergengsi namun para pengelola sekolah tersebut juga menyadari bahwa mereka hanya mengejar gengsi dengan menekankan pada rangking. Banyak sekolah Katolik menjadi sekolah favorit karena rangking yang tinggi. Namun mereka lupa untuk mengajarkan karakter pada para anak didiknya. Beruntunglah para pemimpin sekolah Katolik menyadari hal ini. Lalu bagaimana kita dapat meningkatkan karakter anak didik kita?

Dalam pembukaan tulisan ini, Sabda Yesus dapat dijadikan acuan dalam pendidikan karakter yaiu menjadi orang yang berbakti pada Tuhan dan bangsa. Maka pendidikan berkarakter adalah menjadikan anak didik kita orang yang beriman dan cerdas. Atau dengan kata lain dapat dikatakan, dengan iman, kita kembangkan kecerdasan kita untuk berbakti pada negara ini.

SEKOLAH RANGKING SATU

Namun demikian sekolah Katolik lebih mementingkan pasar, yaitu keinginan orang tua murid. Masyarakat kita memang masih mabuk dengan rangking. Orang tua selalu menanyakan soal rangking anaknya. Mereka ingin mengirim anaknya di sekolah favorit dan anaknya juga menempati rangking tertinggi. Seolah-olah rangking menjadi jaminan kebahagiaan anak mereka. Lebih celaka lagi bahwa anak-anak mereka harus masuk jurusan IPA karena menganggap jurusan IPS hanya untuk anak bodoh. Apa lagi masuk jurusan bahasa, mungkin dianggap yang terbodoh. Tidak heran jurusan bahasa sangat sepi peminat. Padahal penguasaan bahasa menjadi kunci penguasaan pengetahuan.

Sebenarnya bicara rangking juga tidak masalah asalkan para orang tua menyadari keunggulan anaknya masing-masing. Tidak semua anak dapat meraih rangking dalam bidang IPA. Oleh karena itu dapat dikatakan semua bidang memiliki rangking satu. Seorang guru menjawab pertanyaan seorang ibu yang merasa resah tentang anaknya yang tidak dapat mengerjakan soal matematika. Guru itu menjawab, Anak ibu rangking satu koq, dalam bidang menyanyi. Ini jawaban yang baik karena menghargai kecerdasan anak dalam bidang menyanyi.

Sebagai direktur Kanisius cabang Magelang saya bahkan menekankan kepada para guru bahwa rangking anak dapat disematkan pada banyak bidang. Ada anak yang rangking satu dalam hal fisika, kimia, matematika, namun ada anak yang rangking satu dalam hal menjahit, menari, memasak, baca puisi, dan bahkan menanam sayur. Setiap anak memiliki kecerdasannya sendiri dan kita sebagai pendidik wajib menghargai dan mengembangkannya sehingga anak didik kita menjadi semakin bermanfaat dalam mengembangkan masyarakat. Kecerdasan kita tidak ada gunanya sepanjang tidak bermanfaat bagi masyarakat.

PENUTUP

Teman-teman yang terkasih, ada satu pertanyaan yang mungkin baik kita renungkan bersama, Apakah keunggulan kita? Saya yakin masing-masing dari kita memiliki keunggulannya sendiri. Hal yang perlu kita lakukan adalah mengembangkan keunggulan kita dan menggunakannya untuk mengembangkan masyarakat kita. Jika kita sudah melakukan hal itu maka yakinlah bahwa Indonesia akan menjadi negara yang unggul.